Senin, 10 Oktober 2011

SBY: Pemerintah Berubah setelah Reshuffle


KOMPAS/ALIF ICHWANPresiden Susilo Bambang Yudhoyono
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menjanjikan perubahan pasca-perombakan susunan Kabinet Indonesia Bersatu II pada akhir Oktober 2011 mendatang. Selama sisa pemerintahan ini, Presiden mengatakan, pemerintah akan lebih berorientasi kepada rakyat. Hal ini diungkapkan Presiden di hadapan para staf khusus Presiden di kediaman pribadi di Puri Cikeas Indah, Bogor, Sabtu (8/10/2011) malam.
"Presiden SBY menegaskan seluruh fundamental pengelolaan pemerintahan dan pembangunan akan berubah dan diorientasikan untuk kemaslahatan publik," kata Staf Khusus Presiden Bidang Politik Daniel Sparringa kepada Kompas.com, Minggu (9/10/2011).
Menurut Daniel, selama tiga tahun mendatang, Presiden berjanji akan memastikan bahwa kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki setiap pejabat pemerintahan akan digunakan untuk kepentingan rakyat.
"Penegasan penting ini sesungguhnya merupakan sebuah undangan terbuka bagi rakyat untuk ikut mengontrol seluruh jajaran pemerintah dan aparaturnya, dari pusat hingga daerah. Ini saatnya berubah," kata Daniel.
Sebelumnya, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi memperkirakan perombakan kabinet kali ini lebih pada reshuffle politik daripada kinerja. Alasannya, beberapa menteri yang dinilai memiliki performa kurang diperkirakan masih tetap dipertahankan dalam kabinet.
"Banyak menteri yang kinerjanya kurang, tetapi masih tetap dipertahankan di Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II), hanya karena memiliki posisi sebagai ketua umum partai yang selama ini loyal kepada SBY. Ini yang saya katakan, faktor politik lebih dominan daripada faktor kinerja. Ini reshuffle setengah hati kalau bisa dibilang," ujar Burhanuddin kepada wartawan di Gedung Jakarta Media Center, Jakarta, Rabu (5/10/2011).
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris mengatakan, faktor politik merupakan pertimbangan terberat bagi Presiden dalam melakukan perombakan kabinet. Menurutnya, pengalaman perombakan terbatas KIB I pada 2005 dan 2007 memperlihatkan kehati-hatian SBY mengutak-atik formasi "kabinet politik" yang dibentuknya. Akibatnya, perombakan besar kabinet tak lebih sebagai pertukaran kesempatan di antara politisi dari partai koalisi pendukung SBY ketimbang pertimbangan kinerja.
"Kecenderungan sama terlihat ketika Presiden lebih memilih mencopot Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang kinerjanya dipuji daripada "menghukum" menteri dari Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera, partai-partai yang "melawan" pemerintah dalam Panitia Khusus Angket Skandal Bank Century," kata Syamsuddin.
Menurutnya, pembentukan kabinet politik harus diakui sebagai suatu kekeliruan yang "telanjur" bagi SBY. Karena itu, jika Presiden SBY benar-benar hendak mengubah gaya kepemimpinan, kini saatnya mengakhiri kabinet politik. Begitu pula kinerja pemerintah yang berpusat pada pencitraan belaka sudah saatnya dikubur sebagai masa lalu. Soalnya, sambung Syamsuddin, yang terpenjara dari kabinet demikian bukan hanya pemerintah dan SBY, tetapi juga rakyat yang menanggung derita dan mendambakan keseriusan pemerintah mewujudkan keadilan serta kesejahteraan.
"Meski sisa waktu SBY tinggal menghitung hari, masih ada kesempatan bagi Presiden menorehkan tinta emas dalam catatan sejarah kepemimpinan negeri ini. Presiden SBY harus percaya bahwa yang mengawal pemerintahannya hingga 2014 bukanlah Setgab Koalisi ataupun partai-partai politik di Senayan, melainkan rakyat dan konstitusi kita," kata Syamsuddin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar